{BAB TIGA 18} Syukur (al-Qusyairiyyah)

TERJEMAH KITAB 
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”

18.
syukur

Allah berfirman :
‘Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat pemberian-Ku) kepadamu.” (Qs. Ibrahim : 7).
Diriwayatkan oleh Yahya bin Ya’la dan Abu Khabab, dari Atha’ yang berkata : “Aku bersama Ubaid bin Umair mengunjungi Aisyah r.a. dan berkata akepadanya : “Ceritakanlah kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan yang Anda lihat pada Rasulullah saw.” Beliau menangis dan bertanya : “Adakah yang beliau lakukan, yag tidak mengagumkan?” Suatu malam, beliau datag kepadaku, dan kami tidur di tempat tidur hingga tubuh beliau bersentuhan dengan tubuhku. Setelah beberapa saat, beliau berkata : “Wahai putri Abu Bakr, izinkanlah aku bangun untuk beribadat kepada Tuhanku!”  Aku menjawab : “Saya senang berdekatan dengan Anda.” Tapi aku mengijinkannya. Kemudan beliau bangun, pergi ke tempat kantong air dan berwudhu dengan mecucurkan banyak air, lalu shalat. Beliau mulai menangis hingga air matanya membasahi dadanya, kemudian beliau ruku’ dan terus menangis, lalu sujud dan terus menangis, lalu mengangkat kepala dan terus menangis. Terus menerus beliau dalam keadaan demikian sampai Bilal datang dan memanggil beliau untuk shalat subuh. Aku bertanya kepada beliau : “Apakah yang menyebabkan Anda menangis wahai Rasulullah, sedangkan Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda, baik yang dahulu maupun yang akan datang?” Beliau menjawab : “Tidakkah akumenjadi seorang hamba yang bersyukur? Bagaimana aku tidak akan menangis sedangkan Allah telah menurunkan ayat ini kepadaku :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang  berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikenadlikan antara langit dan bumi, sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau menggunakan akal.! (Qs. Al-Baqarah :164).
Dengan ayat ii, Allah swt. memiliki sifat syukur. Artinya, memberi pahala hamba yang bersyukur, sebagai balasannya adalah diterimanya syukur itu sendiri. Sebagaimana difimankan-Nya : “Balasan bagi tindak kejahatan adalah kejahatan yang serrupa.” (Qs. Asy.Syura : 40).
Dikatakan bahwa bersyukurnya Allah adalah pemberian balasan yang melimpah bagi amal yang sedikit, seperti kata pepatah : “Seekor binatang, dikatakan bersyukur, jika ia mencari makanan melebihi jerami yang diberikan kepadanya.” Kita mungkin dapat mengatakan bahwa hakikat bersyukur adalah memuji Sang Pemberi kebaikan dengan mengingat-ingat anugerah yang telah diberikan-Nya. Jadi bersyukurnya seorang hamba kepada Allah swt. adalah pujian kepada-Nya dengan mengingat-ingat anugerah-Nya kepadanya. Sebaliknya bersyukurnya Allah swt. kepada hamba-Nya adalah dengan mengingat kebaikan hamba kepada-Nya. Kebaikan si hamba adalah kepatuhan kepada Allah swt. sedangkan kebaikan Allah adalah memberikan rakhmat-Nya kepada si hamba dengan menjadikan ia mampu menyatakan syukur kepada-Nya. Syukur seorang hamba, pada hakikatnya mencakup syukur secara lisan maupun penegasan dalam  hati atas anugerah dan rahmat Allah swt.
Syukur dibagi menjadi : Syukur dengan lisan, yang berupa pengakuan atas anugerah dalam derajat kepasrahan, dan syukur denga tubuh, yang berarti mengambil sikap setia dan mengabdi; syukur dengan hati, adalah tenteram dalam latar musyahadah dengan erus menerus melaksanakan pemuliaan. Dikatakan bahwa kaum cendekiawan bersyukur dengan lidah mereka, kaum pencinta bersyukur dengan perbuatan mereka, dan kaum ‘arifin beryukur dengan istiqamah mereka terhadap-Nya di dalam semua perilaku mereka.
Abu Bakr al-Warraq berkata : Syukur atas nikmat adalah memberikan musyahadah terhadap anugerah tersebut dan menjaga penghormatan.”
Hamdun al-Qashshar menegaskan : “Bersyukur atas anugerah adalah bahwa engkau memandang dirimu sebagai parasit dalam syukur.”
Al-Junayd berkomentar : “Ada cacat dalam bersyukur, karena manusia yang bersyukur melihat peningkatan bagi dirinya sendiri; jadi ia sadar  di sisi Allah swt. lebih dari bagian dirinya sendiri.”
Abu Utsan berkata : “Syukur berarti mengenal kelemahan dari syukurnya itu sendiri.”
Dikatakan : “Bersyukur atas kemampuan untuk bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Dengan cara memandang bahwa rasa bersyukur Anda datang karena Dia telah memberikan taufik-Nya, dna Taufiq-Nya itu termasuk nikmat yang diperuntukkan bagi diri Anda. Jadi Anda bersyukur atas kesyukuran Anda, dan kemudian Anda bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran Anda, sampai tak terhingga.
Dikatakan : “Bersyukur adalah menisbatkan anugerah kepada pemiliknya yang sejati dengan sikap kepasrahan.”
Al-Junayd mengatakan : Bersyukur adalah bahwa engkau tidak memandang dirimu layak menerima nikmat.”
Ruwayn menegaskan : “Bersyukur adalah engkau menghabiskan seluruh kemampuanmu.”
Dikatakan : “Orang yag bersyukur adalah orang yang bersyukur atas apa yang ada, dan orang yang sangat bersyukur adalah yang bersyukur atas apa yang tidak ada.”
Dikatakan : “Orang yang bersyukur berterima kasih atas pemberian tapi orang yang sangat bersyukur (Syakur) berterima kasih karena tidak diberi>” Dikatakan juga : “Orang yang bersyukur berterima kasih atas pemberian, dan orang yang sangat bersyukur berterima kasih atas lemelaratan.” Dikatakan : “Orang yang bersyukur berterimakasih manakala anugerah diberikan, dan orang yang sangat bersyukur berterima kasih manakala anugerah ditunda.”
Al-Junayd menjelaskan: “Suatu waktu, ketika aku masih berumur tujuh tahun, aku sedang bermain-main di hadapan as-Sary, dan sekelompok orang yang sedang berkumpul di hadapannya, berbincang tentang syukur. Ia bertanya kepadaku : “Wahai anakku, apakah ebrsyukur itu?” Aku menjawab : “Syukur adalah jika orang tak menggunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada-Nya.” Ia mengatakan : “Derajatmu di sisi Allah akan segera engkau peroleh melalui lidahmu, nak!.” Al Junayd mengatakan : “Aku senantiasa menangis mengingat kata-kata as-Sary itu.”
Asy-Syibli menjelaskan : “Syukur adalah kesadaran akan Sang Pemberi Nikmat, bukan memandang nikmat itu sendiri.”
Abu Utsman berkata : “Kaum awam bersyukur karena diberi makanan atau pakaian, sedangkan kaum khawash bersyukur atas makna-makna yang datang di hati mereka.”
Dikatakan bahwa Daud as. Bertanya : “Ilahi, bagaimana aku dapat bersyukur kepada-Mu, sedangkan kesyukuran itu sendiri adalah nikmat dari-Mu.” Allah mewahyukan kepadanya : “Sekarang, engkau benar-benar telah bersyukur kepada-Ku.”
Dikatakan bahwa Musa as. Mengatakan dalam doa munajatnya, : “Ya Allah, Engkau telah menciptakan Adam dengan Tangan-Mu, dan Engkau telah begini dan begitu. Bagaimana ia bersyukur kepada-Mu?” Allah menjawab : “Ia mengetahui bahwa semua itu berasal dari-Ku, dan dengan begitu pengetahuannya tentang semua itu adalah syukurnya kepada-Ku.”
Diriwayatkan bahwa salah seorang Sufi mempunyai sahabat yang ditahan oleh Sultan. Sufi itu diminta supaya datang, dan sahabtnya itu mengatakan kepadanya; “Bersyukurlah kepada Allah swt!” Lalu sahabatnya itu didera, dan ia menulis surat kepada si Sufi, “Bersyukurlah kepada Allah swt!” Kemudian seorang Majusi yang sedang sakit perut didatangkan dan dibelenggu, salah satu borgol ranatainya dikenakan pada kaki sahabt, dan borgol lainnya dikenakan pada kaki Majusi. Pada malam hari, si Majusi sering bangun, yang berarti sahabt itu terpaksa ikut bangun sampai si Majusi selesai melepaskan hajatnya. Ia lalu menulis surat kepada sahabtnya. “Bersyukurlah kepada Allah swt!” Sahabatnya ( si Sufi) bertanya, “Berapa lama engkau akan mengatakan kalimat ini “ Cobaan apa yang lebih berat dari ini?” Sahabatnya menjawab : “Jika sabuk yang dikenakan orang kafir pada pinggangnya dikenakan pada pinggangmu, sebagaimana belenggu kakinya juga dikenakan pada kakimu, maka apa yang akan engkau perbuat?”
Dikatakan : “Syukurnya kedua belah mata adalah bahwa engkau menyembunyikan cacat yang engkau lihat pada sahabatmu, dan syukurnya kedua telinga adalah engkau menyembunyikan cacat yang engkau dengar tentang dirinya.”
Dikatakan juga : “Manakala as-Sary berkehendak untuk mengajarku, biasanya ia mengajukan sebuah pertanyaan kepadaku. Suatu hari ia bertanya kepadaku : “Wahai Al Junayd, apakah syukur itu?” Aku menjawab : “Syukur adalah jika tidak satu bagian pun dari nikmat Allah swt. digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya.” Ia bertanya lagi : “Bagaimana engkau sampai pada (pengetahuan ini?” Aku menjawab : “Bersama majelis-majelis Anda.”
Diceritakan bahwa  al-Hasan bin Ali pernah bergayut pada sebuah tiang dan bermunajat : “Tuhanku, Engkau telah memberi nikmat aku, namun tidak Engkau dapati aku bersyukur. Engkau telah mengujiku, namun tidak Engkau dapati aku bersabar. Namun Engkau tidak mencerabut nikmat karena aku tidak bersyukur, dan tidak melanggengkan bencana ketika kutinggalkan kesabaran. Tuhanku, tidak ada yang datang dari Yang Maha Pemurah, kecuali kemurahan.”
Dikatakan : “Jika tanganmu tidak bisa engkau gunakan, maka engkau mesti lebih banyak mengucap “SYUKUR” dengan lisanmu.”
Dikatakan pula : “Ada empat amal yang tidak berbuah : Mempercayakan rahasia kepada orang yang bisu; memberi nikmat kepada orang yang tidak mau bersyukur; menebar benih di tanah yang tandus; dan menyalakan lampu di bawah cahaya matahari...
Juga dikatakan bahwa ketika Idris as. Memperoleh kabar gembira pengampunan, beliau memohon diberi panjang umur. Ketika ditanya tentang permohonannya itu, beliau menjawab : “Agar aku dapat bersyukur kepada-Nya, karena sebelum ini aku telah berjuang hanya untuk memperoleh ampunan.”  Kemudian salah satu malaikat mengembangkan sayapnya dan membawanyan ke langit.
Diceritakan bahwa salah seorang Nabi – Semoga Allah swt. melimpahkan salam kepadanya – berjalan melewati sebuah batu kecil yang memancarkan air, yang membuatnya kagum. Kemudian Allah menjadikan batu itu berbicara kepadanya, katanya : “Ketika aku mendengar Allah swt. berfirman : “Takutlah neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. At-Tahrim : 6). Aku pun menangis karena karena takut.” Nabi itu kemudian mendoakan, agar Allah swt. melindungi batu iru dari api neraka, dan Allah lalu mewahyukan kepadanya : “Aku telah menyelamatkannya dari neraka.” Manak Nabi itu  lalu meneruskan perjalanannya. Ketika kembali melwetati batu itu, ia melihat air menyembur darinya seperti sebelumnya, yang membuatnya heran. Allah swt. menjadikan batu itu bisa berbicara, dan Nabi itu lalu bertanya : “Mengapa engkau masih mengis sedangkan Allah telah mengampunimu?” Batu itu menjawab, : “Sebelumnya adalah tangis takut dan sedih, sekarang adalah tangis syukur dan gembira.”
Dikatakan : “Orang yang bersyukur selalu meningkat karena ia berada di hadapan nikmat.” Allah swt. berfirman : “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu.” (Qs. Ibrahim : 7). Orang yang sabar berada bersama Allah, karena ia berada di hadirat kesaksian kepada-Nya yang memberikan cobaan. Allah swt. berfirman : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (Qs. Al-Nafal :46).
Diceritakan bahwa suatu delegasi datang kepada Umar bin Abdul Aziz r.a. Di antara mereka ada seorang pemuda, yang memulai membuka pembicaraan!” Umar berkata kepadanya : “Coba yang tua-tua dulu berbicara!” Mendengar itu si pemuda berkata : “Wahai Amirul Mukminin, jika urusan diserahkan kepada orang berdasarkan usianya, maka banyak dikalangan kaum Muslimin yang lebih layak menjadi khalifah dibanding Anda.” Maka Umar berkta : “Bicaralah!” Pemuda itu menjelaskan : “Kami bukanlah delegasi yang menyampaikan keinginan, bukan pula delegasi yang menyampaikan rasa takut. Mengenai keinginan, maka kemurahan Anda telah memenuhi kebutuhan kami dari ketakutan.” Maka Umar pun bertanya kepadanya : “Lantas, siapa kalian ini?” Ia menjawab : “Kami adalah delegasi yang menyampaikan syukur. Kami datang untuk menyampaikan terima kasih kepada Anda, dan sekarang kami akan pulang.” Dan mereka lalu bersenandung.” :
Alangkah malangnya bahwa syukurku adalah diam
Atas apa yang telah kau lakukan,
Sedangkan kebaikanmu berbicara
Aku melihat anugerah darimu
Dan aku menyembunyikan
Karenanya, di tangan yang pemurah
Jadi pencuri.
Diceritkan bahwa Allah swt. menyampaikan wahyu kepada Musa as. : “Aku melimpahkan rakhmat kepada hamba-hamba-Ku : Mereka yang mendapat cobaan maupun mereka yang terampuni.” Musa bertanya : “Mengapa pula terhadap mereka yang terampuni>\?” Allah Swti. Menjawab : “Dikarenakan kecilnya syukur mereka atas dihindarkannya mereka dari penderitaan itu.”
Dikatakan : “Pujian itu bagi anfsu, dan syukur atas nikamat-nikmat anggota badan.”
Dikatakan pula : “Pujian sebagai permulaan dari-Nya, dan syukur sebagai tebusan darimu.”
Dalam hadits shahih disebutkan : “Yang pertama di panggil ke surga adalah mereka yang selalu memuji kepada Allah swt. dalam segala hal,:
Dikatakan : “Pujian hanya bagi Allah terhadap apa  yang diberikan-Nya, dan syukur atas yang diperbuat oleh-Nya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "{BAB TIGA 18} Syukur (al-Qusyairiyyah)"

Post a Comment